Breaking

Minggu, 20 Maret 2016

SEJARAH SINGKAT KARATE



SEJARAH SINGKAT KARATE
Ilmu bela diri sebenarnya sudah dikenal semenjak manusia ada, hal ini dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan purbakala antara lain: kapak-kapak batu, lukisan-lukisan binatang yang dibunuh dengan senjata seperti tombak dan panah. Bela diri pada waktu itu hanya bersifat mempertahankan diri dari gangguan binatang buas dan alam sekitarnya. Namun sejak pertambahan penduduk dunia semakin meningkat, maka gangguan yang datang dari manusia mulai timbul sehingga keinginan orang untuk menekuni ilmu bela diri semakin meningkat. Tersebutlah pada 4.000 tahun yang lalu, setelah Sidartha Gautama pendiri Budha wafat, maka para pengikutnya mendapat amanat agar mengembangkan agama Budha keseluruh dunia.
Sejarah karate dapat dirunut dari abad ke-5 SM. Pada abad ini seorang pendeta Budha, Bodhidharma (Daruma Daishi) yang berasal dari India tiba di daratan Cina. Ia datang ke Cina untuk menyebarkan agama Budha dan meluruskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi terhadap ajaran Budha di kerajaan Liang yang pada saat itu di bawah Kekuasaan kaisar Wu Ti.
Dalam upayanya untuk meluruskan kembali ajaran Budha, pendeta Bodhidharma sempat berselisih paham dengan kaisar Wu dikarenakan pandangan yang berbeda dalam memandang ajaran agama Budha. Akibat perselisihan itu Bodhidharma akhirnya mengasingkan diri ke biara Shaolin Tsu di pegunungan Sung yang terletak di bagian Selatan Loyang yang merupakan Ibukota dari Kerajaan Wei. Di sanalah Bodhidharma melanjutkan pengajaran agama Budha yang kelak di kemudian hari menjadi cikal-bakal lahirnya sekte Zen.
Pada masa itu, para rahib Budha banyak yang lemah kondisi tubuhnya, mereka cenderung tidak dapat menjalankan pelajaran-pelajaran yang diberikan dengan baik. Sementara Bodhidharma sendiri merupakan putra ketiga dari raja India Selatan yang banyak dibekali dengan ilmu-ilmu berperang dan beladiri yang baik. Maka kemudian Bodhidharma memperkenalkan suatu rangkaian latihan-latihan sistematis yang diciptakan untuk menguatkan pikiran serta tubuh. Latihan-latihan itu mengajarkan tehnik pukulan 18 Arhat, yang kemudian terkenal sebagai Shaolin Chuan. Dalam perkembangan selanjutnya latihan-latihan tersebut dalam perkembangannya dianggap sebagai cikal bakal lahirnya Gaya Tinju Shaolin, bahkan juga kemudian menjadi dasar bagi sebagian besar seni beladiri di Cina.
Seni beladiri Cina lalu menyebar ke berbagai negara bangsa. Umumnya penyebarannya ini terjadi melalui hubunngan-hubungan perdagangan antar bangsa. Di Jepang, pusat kegiatan perdagangan pada saat itu adalah di pulau Okinawa. Pulau Okinawa terletak pada 740 km sebelah timur daratan Cina. Pada saat itu Okinawa benar-benar menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara.
Pada abad ke-7, seni bela diri Cina diperkenalkan ke Okinawa melalui penyebarluasan ajaran Tao. Pada tahun 1477 Raja Soshin di Okinawa memberlakukan larangan pemilikan senjata bagi golongan pendekar. Ketika kelompok Samurai Satsuma dibawah pimpinan Shimazu Iehisa masuk ke Okinawa pada tahun 1609, larangan ini juga tetap diterapkan. Akibat dari adanya larangan tersebut maka seni beladiri yang mengandalkan jurus-jurus tangan kosong menjadi alternatif bagi masyarakat Jepang. Awalnya, bentuk asli dari seni bela diri karate mirip dengan seni pertarungan menggunakan tangan (tapak) yang dikembangkan di Okinawa dan disebut Te atau tangan. Seni beladiri ini kemudian mengalami berbagai penyempurnaan lebih lanjut lagi dengan berbagai seni beladiri asing yang dibawa oleh para pedagang dan bangsawan ke Jepang melalui Okinawa.
Masa-masa metamorfosis dari seni beladiri ini kemudian dikembangkan dalam kurun waktu yang lama di Okinawa, terutama di tiga kota, yaitu Shuri, Naha dan Tomari. Masing-masing dari ketiga kota ini merupakan pusat dari kelas masyarakat yang berbeda-beda, yaitu kelas raja, kelas bangsawan, dan kelas petani dan nelayan. Dari perbedaan kelas masyarakat tersebut maka muncullah perbedaan-perbedaan di dalam seni pertahanan dirinya. Masing-masing mempunyai ciri khas tersendiri dan kemudian lebih dikenal dengan sebutan Shuri-Te, Naha-Te dan Tomari-Te. Secara keseluruhan, seni beladiri tersebut dikenal juga dengan sebutan Okinawa-Te atau To-de (ChineseHand = TanganCina).
Lambat laun karate menjadi terbagi ke dalam dua kelompok utama, yaitu Shorin-Ryu yang dikembangkan di kota Shuri dan kota Tomari, serta Shorei-Ryu yang dikembangkan di kota Naha. Shorin-Ryu menekankan pada kecepatan, linier, dengan pola pernafasan natural sementara Shorei-Ryu menekankan pada kestabilan dan pernafasan yang disinkronisasi dengan masing-masing gerakan. Satu hal yang menarik adalah bahwa konsep dari kedua gaya ini ternyata juga terdapat di dalam seni bela diri kungfu.
Pada awalnya Karate lebih dikenal dengan istilah (Tote) yang mempuyai pengertian sebagai “Chinese Hand Art atau Seni Bela Diri Tangan dari China”. Pada saat itu rasa nasionalisme bangsa Jepang sedang berada pada titik puncaknya. Agar dapat lebih mudah diterima oleh bangsa Jepang secara umum, maka Gichin Funakoshi mengubah Kanji Okinawa (To te) yang berarti sebagai “tangan cina” ke dalam Kanji Jepang dan menjadi Karate. “Kara” () yang berarti “kosong”, sementara “Te” () berarti “tangan”, sehingga Karate ( 空手) mempunyai arti sebgai “tangan kosong”. Sedangkan pengertian kata “Do” adalah sebagai suatu “cara”, “pedoman”, “moral” atau “spiritual” yang mana lebih kepada pengertiannya sebagai sebuah filosofi, dalam hal ini tentunya menjadi sebuah filosofi tentang karate itu sendiri.
Menurut Zen-Nippon Karatedo Renmei/Japan Karatedo Federation (JKF) dan World Karatedo Federation (WKF), terdapat 4 aliran karate yang sampai saat ini yang dianggap sebagai gaya (aliran) karate yang utama yaitu Goju-Ryu, Shotokan, Wado-Ryu dan Shito-Ryu. Namun aliran-aliran karate yang besar lainnya walaupun tidak dianggap sebagai aliran utama sesungguhnya masih banyak dan tersebar ke seluruh dunia, seperti Kyokushin , Shorin-Ryu dan Uechi-Ryu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar