SEJARAH SINGKAT KARATE
Ilmu bela diri sebenarnya sudah dikenal semenjak
manusia ada, hal ini dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan purbakala
antara lain: kapak-kapak batu, lukisan-lukisan binatang yang dibunuh dengan
senjata seperti tombak dan panah. Bela diri pada waktu itu hanya bersifat
mempertahankan diri dari gangguan binatang buas dan alam sekitarnya. Namun
sejak pertambahan penduduk dunia semakin meningkat, maka gangguan yang datang
dari manusia mulai timbul sehingga keinginan orang untuk menekuni ilmu bela
diri semakin meningkat. Tersebutlah pada 4.000 tahun yang lalu, setelah
Sidartha Gautama pendiri Budha wafat, maka para pengikutnya mendapat amanat
agar mengembangkan agama Budha keseluruh dunia.
Sejarah
karate dapat dirunut dari abad ke-5 SM. Pada
abad ini seorang pendeta Budha, Bodhidharma (Daruma Daishi) yang berasal dari India
tiba di daratan Cina. Ia datang ke Cina untuk menyebarkan agama Budha dan
meluruskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi terhadap ajaran Budha di
kerajaan Liang yang pada saat itu di bawah Kekuasaan kaisar Wu Ti.
Dalam
upayanya untuk meluruskan kembali ajaran Budha, pendeta Bodhidharma sempat
berselisih paham dengan kaisar Wu dikarenakan pandangan yang berbeda dalam
memandang ajaran agama Budha. Akibat perselisihan itu Bodhidharma akhirnya
mengasingkan diri ke biara Shaolin Tsu di pegunungan Sung yang terletak di
bagian Selatan Loyang yang merupakan Ibukota dari Kerajaan Wei. Di sanalah
Bodhidharma melanjutkan pengajaran agama Budha yang kelak di kemudian hari
menjadi cikal-bakal lahirnya sekte Zen.
Pada
masa itu, para rahib Budha banyak yang lemah kondisi tubuhnya, mereka cenderung
tidak dapat menjalankan pelajaran-pelajaran yang diberikan dengan baik.
Sementara Bodhidharma sendiri merupakan putra ketiga dari raja India Selatan
yang banyak dibekali dengan ilmu-ilmu berperang dan beladiri yang baik. Maka
kemudian Bodhidharma memperkenalkan suatu rangkaian latihan-latihan sistematis
yang diciptakan untuk menguatkan pikiran serta tubuh. Latihan-latihan itu
mengajarkan tehnik pukulan 18 Arhat, yang kemudian terkenal sebagai Shaolin
Chuan. Dalam perkembangan selanjutnya latihan-latihan tersebut dalam
perkembangannya dianggap sebagai cikal bakal lahirnya Gaya Tinju Shaolin,
bahkan juga kemudian menjadi dasar bagi sebagian besar seni beladiri di Cina.
Seni
beladiri Cina lalu menyebar ke berbagai negara bangsa. Umumnya penyebarannya
ini terjadi melalui hubunngan-hubungan perdagangan antar bangsa. Di Jepang,
pusat kegiatan perdagangan pada saat itu adalah di pulau Okinawa. Pulau Okinawa
terletak pada 740 km sebelah timur daratan Cina. Pada saat itu Okinawa
benar-benar menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara.
Pada
abad ke-7, seni bela diri Cina diperkenalkan ke Okinawa melalui penyebarluasan
ajaran Tao. Pada tahun 1477 Raja Soshin di Okinawa memberlakukan
larangan pemilikan senjata bagi golongan pendekar. Ketika kelompok Samurai Satsuma dibawah
pimpinan Shimazu Iehisa masuk ke Okinawa pada tahun 1609, larangan ini juga
tetap diterapkan. Akibat dari adanya larangan tersebut maka seni beladiri yang
mengandalkan jurus-jurus tangan kosong menjadi alternatif bagi masyarakat
Jepang. Awalnya, bentuk asli dari seni bela diri karate mirip dengan seni
pertarungan menggunakan tangan (tapak) yang dikembangkan di Okinawa dan disebut
Te atau tangan. Seni beladiri ini kemudian mengalami berbagai
penyempurnaan lebih lanjut lagi dengan berbagai seni beladiri asing yang dibawa
oleh para pedagang dan bangsawan ke Jepang melalui Okinawa.
Masa-masa
metamorfosis dari seni beladiri ini kemudian dikembangkan dalam kurun waktu
yang lama di Okinawa, terutama di tiga kota, yaitu Shuri, Naha dan
Tomari. Masing-masing dari
ketiga kota ini merupakan pusat dari kelas masyarakat yang berbeda-beda, yaitu
kelas raja, kelas bangsawan, dan kelas petani dan nelayan. Dari perbedaan kelas
masyarakat tersebut maka muncullah perbedaan-perbedaan di dalam seni pertahanan
dirinya. Masing-masing mempunyai ciri khas tersendiri dan kemudian lebih
dikenal dengan sebutan Shuri-Te, Naha-Te
dan
Tomari-Te. Secara keseluruhan, seni beladiri
tersebut dikenal juga dengan sebutan Okinawa-Te atau To-de
(ChineseHand = TanganCina).
Lambat
laun karate menjadi terbagi ke dalam dua kelompok utama, yaitu Shorin-Ryu yang dikembangkan di kota
Shuri dan kota Tomari, serta Shorei-Ryu yang dikembangkan di kota
Naha. Shorin-Ryu menekankan pada kecepatan, linier, dengan pola
pernafasan natural sementara Shorei-Ryu menekankan pada kestabilan dan
pernafasan yang disinkronisasi dengan masing-masing gerakan. Satu hal yang
menarik adalah bahwa konsep dari kedua gaya ini ternyata juga terdapat di dalam
seni bela diri kungfu.
Pada
awalnya Karate lebih dikenal dengan istilah (Tote) yang mempuyai
pengertian sebagai “Chinese Hand Art atau Seni Bela Diri Tangan dari
China”. Pada saat itu rasa nasionalisme bangsa Jepang sedang berada pada
titik puncaknya. Agar dapat lebih mudah diterima oleh bangsa Jepang secara
umum, maka Gichin Funakoshi mengubah Kanji Okinawa (To
te) yang berarti sebagai “tangan cina” ke dalam Kanji Jepang dan
menjadi Karate. “Kara” (空)
yang berarti “kosong”, sementara “Te” (手)
berarti “tangan”, sehingga Karate ( 空手) mempunyai arti sebgai “tangan kosong”. Sedangkan
pengertian kata “Do” adalah sebagai suatu “cara”, “pedoman”,
“moral” atau “spiritual” yang mana lebih kepada pengertiannya
sebagai sebuah filosofi, dalam hal ini tentunya menjadi sebuah filosofi tentang
karate itu sendiri.
Menurut
Zen-Nippon Karatedo Renmei/Japan Karatedo Federation (JKF) dan World Karatedo Federation (WKF), terdapat 4 aliran karate yang sampai
saat ini yang dianggap sebagai gaya (aliran) karate yang utama yaitu Goju-Ryu, Shotokan, Wado-Ryu dan Shito-Ryu. Namun aliran-aliran karate
yang besar lainnya walaupun tidak dianggap sebagai aliran utama sesungguhnya
masih banyak dan tersebar ke seluruh dunia, seperti Kyokushin , Shorin-Ryu dan Uechi-Ryu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar